Bab II. PERENCANAAN
Topik: PERENCANAAN LABA
Judul: Laba yang diperoleh Perusahaan pengembang properti PT Cowell Development Tbk (COWL)
Apartemen Laris Manis, Cowell Raup Laba Rp 33,4 Miliar
Jakarta -Perusahaan pengembang properti PT Cowell Development Tbk (COWL) pada semester I-2012 berhasil meraup laba bersih Rp 33,4 miliar atau tumbuh 12% dibanding periode yang sama tahun lalu, sebesar Rp 29,8 miliar.
Perolehan laba tersebut tumbuh seiring dengan meningkatnya pendapatan yang tercatat sebesar Rp 148 miliar, tumbuh 71% dibanding periode yang sama 2011 sebesar Rp 86,4 miliar.
"Kinerja prima ini merupakan buah dari komitmen kami untuk segera menyelesaikan berbagai proyek serta melaksanakan hand over tepat waktu sesuai janji kami kepada konsumen," ujar Direktur Utama COWL, Harijanto Thany dalam siaran persnya, Selasa (31/7/2012).
Harijanto menambahkan, pemilihan lokasi yang strategis, serta berbagai fasilitas penunjang yang lengkap di setiap proyek yang perseroan kembangkan, menjadi nilai tambah dan daya tarik tersendiri bagi konsumen di tengah tingginya permintaan hunian di Indonesia.
Hal tersebut tercermin dari tingkat penjualan proyek high rise building Cowell, yakni Apartemen Westmark. Apartemen yang terletak di kawasan Central Business District (CBD) Jakarta Barat, ini ditunjang dengan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang telah matang serta berbagai fasilitas pelengkap seperti kolam renang, sky lounge, fitness center, playground dan market.
"Apartemen Westmark sekaligus menjadi pendorong utama pertumbuhan kinerja pada semester pertama 2012, dengan kontribusi penjualan sebesar 84 persen terhadap total penjualan perseroan. Sementara, sisanya dikontribusi oleh sejumlah proyek. landed residential seperti Melati Mas Residence, Serpong Park, Serpong Terrace dan Borneo Paradiso," paparnya.
Momentum permintaan hunian yang terus meningkat memacu Cowell untuk terus mengembangkan cadangan lahan yang dimilikinya. Dari total lahan seluas 80 hektar di komplek perumahan Borneo Paradiso, Balikpapan, Cowell kini tengah melakukan pengembangan tahap dua pembangunan cluster baru yaitu Bluebellwood Hills dan Borneo Mansion yang menyasar pangsa pasar menengah ke atas.
"Pengembangan kedua cluster tersebut dilakukan pada lahan seluas 45 (empat puluh lima) hektar," tegas Harijanto.
Selain itu, Cowell juga tengah mengembangkan Perumahan Laverde yang berlokasi di Central Business District (CBD) Serpong, Tangerang Selatan. Komplek perumahan modern dan eksklusif ini dibangun di lahan seluas 12 hektar yang nantinya terdiri dari empat cluster perumahan dengan total 454 unit rumah serta satu area komersial.
Berjalannya berbagai proyek sesuai perencanaan serta didukung kondisi ekonomi yang stabil membuat perseroan optimis pada akhir 2012 bisa membukukan pendapatan sebesar Rp 240 miliar, meningkat 32 persen dibanding 2011 sebesar Rp 181,2 miliar.
"Kami optimis pertumbuhan industri properti akan semakin cerah, dengan ditopang oleh stabilnya pertumbuhan ekonomi nasional serta pertumbuhan daya beli masyarakat," tutup Harijanto.
TEORI PERENCANAAN LABA
A. Pengertian Perencanaan Laba
Salah satu tujuan pendirian perusahaan adalah memperoleh laba yang
maksimal. Hal ini merupakan tugas manajemen untuk mencapai laba yang
diinginkan yaitu dengan menyusun perencanaan laba agar semua sumber daya
yang ada dalam perusahaan dapat diarahkan secara terorganisir dan terkendali.
Perencanaan merupakan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasi yang diinginkan. Pada dasarnya perencanaan itu merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan pemilihan berbagai alternatif tindakan dan perumusan kebijakan.Suatu perencanaan bisa terealisir apabila manajemen berhasil dalam menjalankan perusahaan yang diukur dengan besarnya laba (profitability). Pengertian perencanaan laba menurut Machfoedz (1996: 289) adalah sebagai berikut :
Perencanaan laba (profit planning) sering disebut budget perencanaan
(planning budget) atau rencana operasi (plan operation) adalah rencana
dari manajemen yang meliputi seluruh tahap dari operasi di masa yang
akan datang untuk mencapai tujuan perusahaan dibagi ke dalam dua
jenis rencana yaitu rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang.
Menurut Supriyono (2002: 331) “Perencanaan laba (profit planning)
adalah perencanaan yang digambarkan secara kuantitatif dalam keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya. Didalamnya juga ditentukan tujuan laba yang dicapai oleh perusahaan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan laba adalah rencana kerja yang telah diperhitungkan dengan cermat dan digambarkan secara kuantitatif dalam bentuk laporan keuangan untuk jangka pendek dan jangka panjang.
B. Manfaat perencanaan laba
Menurut Adolph Matz dkk. (1993: 6-7), adanya perencanaan laba memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam pemecahan masalah.
2. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan terhadap masalah yang dihadapinya dan menanamkan kebiasaan pada organisasi untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil keputusan.
3. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba dan mendorong timbulnya perilaku yang sadar akan penghematan biaya dan pemanfaatan sumber daya yang maksimum.
4. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai segmen dari keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan rencana yang saling terkait dapat menggambarkan keseluruhan organisasi dalam bentuk rencana yang terpadu dan menyeluruh.
5. Menawarkan kesempatan untuk menilai secara sistematik setiap segi atau aspek organisasi maupun untuk memeriksa serta memperbarui kebijakan dan pedoman dasar secara berkala.
6. Mengkoordinasikan serta mempertemukan semua upaya perusahaan ke dalam suatu prosedur perencanaan anggaran yang terarah karena inilah satu-satunya cara yang paling tepat mengungkapkan keselamatan kegiatan manajemen.
7. Mengarahkan penggunaan modal dan daya upaya pada kegiatan yang paling menguntungkan.
8. Mendorong standar prestasi yang tinggi dengan merangsang kegairahan untuk bersaing menanamkan hasrat untuk mencapai tujuan, dan menumbuhkan minat untuk melaksanakan kegiatan secara lebih efektif.
9. Berperan sebagai standar untuk mengukur kegiatan dan menilai kebijakan manajemen dan tingkat kemampuan dari setiap pelaksana.
C. Keterbatasan Perencanaan Laba
Selain memiliki manfaat, perencanaan laba juga memiliki beberapa keterbatasan. Menurut Adolph Matz dkk. (1993:7-8), perencanaan laba memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
a. Peramalan atau perencanaan bukanlah ilmu pasti. Jadi dalam setiap perencanaan akan terdapat sejumlah pertimbangan. Apabila ada penyimpangan dari estimasi maka harus dilakukan perbaikan atau modifikasi.
b. Anggaran dapat mengikat perhatian manajer pada sasaran tertentu yang tidak selaras dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Jadi diperlukan kecermatan untuk menyalurkan upaya manajer setepat mungkin.
c. Perencanaan laba memerlukan kerja sama dan peran serta dari seluruh anggota manajemen. Dasar keberhasilan perencanaan adalah ketaatan dan kegairahan pelaksana terhadap rencana laba.
d. Penggunaan anggaran yang berlebihan sebagai alat evaluasi dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan fungsi (dysfunctional behavior). Yang dimaksud dysfunctional behavior adalah perilaku individu yang bertentangan dengan tujuan organisasi. Manajer akan berusaha dengan segala cara untuk meminimalisasi atau mengeliminasi adanya perbedaan dengan anggaran agar terlihat baik saat dievaluasi.
e. Perencanaan laba tidak menghapus maupun mengambil alih peranan bagian administrasi. Para pelaksana tidak boleh merasa dibatasi oleh anggaran. Sebaliknya rencana laba disusun guna memberikan penjelasan terinci yang memungkinkan pihak pelaksana menjalankan kegiatannya dengan mengerahkan kemampuan dan hasrat untuk mencapai sasaran organisasi.
f. Pelaksanaan rencana memerlukan waktu.
D. Pendekataan dalam perencanaan laba
Perencanaan laba bukan merupakan hal yang mudah, karena penerapannya harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan keadaan intern maupun ekstern perusahaan baik yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penetapan laba itu sendiri. Faktor ekstern yang perlu dipertimbangkan manajemen dalam perencanaan laba ini adalah kondisi perekonomian pada umumnya, tingkat populasi penduduk, pendapatan dan daya beli masyarakat, kemajuan teknologi, kebijaksanaan pemerintah dan lain-lain, yang kesemuanya ini sulit diramalkan secara baik. Sedangkan faktor intern yang perlu dipertimbangkan yaitu keadaan perusahaan itu sendiri berupa besarnya volume penjualan yang diinginkan untuk mencapai laba tertentu, bagaimana kemampuan kapasitas yang ada baik peralatan maupun personil yang ada, kemampuan keuangan dan sebagainya
Menurut Krismiaji (2002: 163) dalam penetapan laba terdapat pendekatan yang berbeda, yaitu :
a. Didasarkan pada masa kembali modal yang diinvestasikan. Metode ini menghendaki penetapan tingkat keuntungan menjadi titik tolak penyusunan rencana.
b. Didasarkan kepada produk yang akan dijual. Metode ini menghendaki perencanaan yang diformulasikan akan diperoleh berupa keuntungan.
c. Didasarkan pada perhitungan menurut standar. Metode ini melakukan perhitungan dari proses perencanaan yang diukur dengan standar yang ada. Manajemen memperhitungkan relatif keuntungan menurut standar yang dianggap memuaskan perusahaan.
E. Factor-faktor yang mempengaruhi perencanaan laba
a. Laba atau rugi yang dialami dari volume penjualan tertentu.
b. Volume penjualan yang harus dicapai untuk menutup seluruh biaya yang terpakai guna memperoleh laba yang memadai.
c.Titik impas.
d.Volume penjualan yang dapat dihasilkan oleh kapasitas operasi saat ini.
No comments:
Post a Comment